Menu Penghulu

Selamat Datang di Kelompok Kerja Penghulu Kementerian Agama Kota Cimahi

Pengurus Pokjahulu Kemenag Kota Cimahi
Sk. Kd.10.24/2/PW.00.01/156/2012
Pembina : Kepala Kemenag Kota Cimahi., Kasie Urais & Peny. Haji., Kepala KUA se Kota Cimahi., Ketua : Budi Ali Hidayat,SHI., Sekr : Drs. H. Abdul Thayyib., Bend : H. Asep Rusyandi, SH., 1) Divisi Kepenghuluan : Heri Setiawan, S.HI., Agus Ganjar., S.Ag., 2) Divisi Ibsos dan Kemitraan Umat Islam/Hisab Rukyat., Drs. Encang Danial 3) Divisi Produk Pangan Halal : Drs. Agus Budiman., 4) Divisi Keluarga Sakinah : Agus Munawarki, S.AgDedi Lesmana, S.HI

Kegiatan Kepenghuluan
1. Fiqih Kepenghuluan/Bahtsul Masail. 2. Fiqih Mawaris 3. Perwakafan. 4. Ibsos 5. Hisab Rukyat 6. Adm. Kepenghuluan
7. Keluarga Sakinah 8. Percepatan Layanan Prima

Profil Pokjahulu Kemenag Kota Cimahi

Foto saya
CIMAHI, JAWA BARAT, Indonesia
Kelompok Kerja Penghulu (Pokjahulu) Kota Cimahi memiliki peran strategis dalam perencanaan kegiatan Penghulu, Pengawasan, Pelayanan, Pencatatan Nikah/Rujuk, Penasihatan/Konsultasi, Keluarga Sakinah, Bahtsul Masail Ahwal Syakhshiyah dan Ibadah Sosial KeIslaman . Profil ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kinerja penghulu dalam pelayanan N/R dan keagamaan kepada masyarakat, baik secara internal maupun eksternal. Secara Internal, profil ini dimaksudkan untuk dijadikan Self Control dan tolak ukur dari kemampuan kinerja dan peranan yang selama ini dilakukan. Dan secara Eksternal, profil ini diharapkan dapat menciptakan suasana yang kondusif dan ikut mendukung dalam mensukseskan program-program yang dicanangkan di Lingkungan Kementerian Agama Kota Cimahi

Rabu, 11 April 2012

Hisab Bujur/Lintang Suatu Daerah Kajian Ilmu Falak (Budi Ahid Al Falaky)

Untuk menghitung suatu lintang dan bujur pada suatu tempat, kita harus mengikuti  langkah-langkah sebagai berikut :
1)  Menghitung Bujur suatu tempat
Alat-alat yang digunakan :
1.    Tongkat istiwa (misalnya ukuran 100 cm)
2.    Kapur tulis/spidol warna
Data-data yang diperlukan :
1.    Buku jadwal Efhemeris Hisab & Rukyat yang dikeluarkan oleh Kemenag RI
2.    Cocokan Jam yang akan dipakai dengan waktu
3.    Kalkulator jika diperlukan
Langkah-langkah ;
Contoh ; kita akan menghitung bujur Kota Cimahi
Langkah Pertama
1.    Buatlah garis lingkaran tepat seukuran tongkat istiwa’
2.    Perhatikan bayang-bayang ketika disaat posisi matahari zawal tepat diatas tongkat istiwa.
3.    Catat waktu dengan teliti, misalnya, jam 11’ 53” 19’
4.    Ukurlah panjang bayang-bayang tersebut. Misalnya, panjang bayang-bayang tersebut  35 cm.
5.    Amatilah gerakan bayang-bayang tersebut. apakah berada di sebelah selatan ataukah utara. Misalnya bayang-bayang zawal mengarah ke selatan. ini berarti tempat pengukuran berada pada posisi selatan.
Langkah Kedua
1.    Catat hari dan tanggal pengukuran Kamis tanggal, 19 Agustus 2009
2.    Catat pada data astronomi Efhemeris 2009 dalam daftar Equation of Time; Kamis, tanggal 19 Agustus 2009.,  yaitu, (12 = -3 31 detik)
3.    12 – e = 12 - (-3’ 31”) =   12’ 3’ 31” (LMT ; Local Mean Time). Matahari akan berkulminasi pada jam 12’03” 31”
4.    Pada meridian 105 ’ BT bujur WIB. 12’03”31’ – 11’ 53”19’= 0’10”12’. Dilokasi pengukuran, matahari berkulminasi lebih awal 10 menit 12 detik dari pada di bujur WIB. Ini berarti lokasi pengukuran berada di sebelah timur bujur WIB (105’ BT) dengan perbedaan 00:10:12 x 15’ (1 jam) = 000 2’33”00’. Dengan demikian bujur tempat yang diukur adalah 105’+ 2’ 30” 00’ = 107033”00’ 
Kesimpulan perhitungan ;
Equation of time (e) (19 Agus 2009)     =    -3’ 31”. 
Merfass (M)                                        =     12 – e = 12 - (-3’ 31”) = 120 3’ 31”
                                                           =     120 3’ 31” .LMT (Local Mean Time)
Meridian 1050 BT WIB.                       =    (12003”31’ – 110 53”19’) x 15’   = 2033”00’
                                                           =    1050 +  2’33”00’ = 107’33”00’
                                                           =    107033”00’
Bujur Kec. Cimahi Utara - Kota Cimahi adalah 107033”00’ BT 
2)  Menghitung Lintang suatu tempat
Contoh Menghitung Lintang  Kec. Cimahi Utara- Kota Cimahi
Catat panjang bayang-bayang tongkat istiwa’ misalnya,  35 cm
Tangen h (tinggi matahari)     =  Panjang tongkat
                                             Panjang bayang-bayang
                                               =  100’   cm    = 2.857142857
                                                   35  cm   
                               Tan h      =  70.70995378 = 70042”35.83’
900 - 65054”55.28’ = 19’17”24.17’
Catat daftar deklinasi tanggal 19 Agustus 2009 (Buku Efhemeris hisab & Rukyat 2009)
Waktu pengukuran jam 11053”19’ WIB = 04 :53 :19 GMT
WIB jam 11/GMT jam 4          = 120 24” 55’
WIB jam 12/GMT jam 5         = 12’ 24” 05’ -
Selisih waktu         = 00’00’50’
gerakan matahari x selisih waktu     = 53”19’ x 50” = 000”44.43’
WIB jam 11/GMT jam 4          = 120 24” 55’+ 0’0”44.43’ = 12025”39.43’
12’25”39.43’ - 19’17”24.17’  = -6’51”44.74’ dibulatkan = -6’ 52”
Kesimpulan Lintang dan Bujur Kota Cimahi, yaitu ;
    -6’ 52” LS (Lintang Selatan)
    107033”00’ BT (Bujur Timur)
3)  Menghitung Lintang  Dua Daerah
Bujur Bandung λ   1070. 37’
Bujur Mekkah   λ    390 . 50’         -
                               670. 470  x   4  = 2710  080 0 
 Selisih =  2710  080 0  : 60    = 4 j  31 m  8 d

Bandung (BT) λ   1070. 37’
Jakarta (BT)   λ    1070 . 00’         -
                               000  370  x   40  =  000 1480     Selisih =  00j  2 m  28 d
Karimun Jawa  (BT) λ   1100. 25’
Jambi               (BT)   λ  1030. 38’         -
                                         060  470  x   40  =  000 270  80     Selisih =  00j  27 m  8 d

4)  Menghitung Lintang  suatu Daerah dalam Peta
Cara ini bisa kita tempuh dengan melihat garis bujur dan lintang terdekat dengan kota itu dan menghitung dengan rumus interpolasi. Misalkan kita akan menghitung lintang dan bujur dari gunung Arjuno (Jawa Timur), maka bisa kita lakukan dengan membuka peta Jawa Timur. Perhatikan gambar berikut ini:




Pengukuran Gunung Arjuno pada peta


Data yang kita peroleh dari peta :
•         Garia a pada 70 50’ LS             (A)       - Garis c pada 1120 50’ BT
•         Garis b pada 80 LS                   (B)       - Garis d pada 1130 BT
•         Jarak a – b = 33 mm                (I)        - Jarak c – d = 33 mm
      Posisi gunung Arjuno (G) terletak 20 mm(C) dari garis a dan 9 mm dari c. Dengan data tersebut data kita hitung bujur dan lintang dari gunung Arjuno dengan menggunakan rumus Interpolasi sebagai berikut :

   

 
Untuk menghitung Lintang gunung Arjuno, kita dapatkan penghitung sebagai berikut;
X = 70 50’ – ( 70 50’ – 80) x 20 / 33
X = 70 56’ 3.64’’
Sedangkan menghitung Bujur gunung Arjuno kita hitung sebagai berikut:
X = 1120 50’’ – (1120 x 1130 ) x 9/33
X = 1120 52’ 43.6”
Jadi posisi Gunung Arjuno adalah Lintang -70 56’ 3.64’’ dan Bujur 1120 52’ 43.6
5)  Menghitung Jarak dan Luas  suatu Daerah
•    10 (derajat) bujur/lintang = 111,322 km = 111.322 meter
•    10 (derajat) bujur/lintang = 60’ (menit) = 3600” (detik)
•    1’ (menit) bujur/lintang = 60” (detik)
•    1’(menit) bujur/lintang = 1.885,37 meter
•    1” (detik) bujur/lintang = 30.9227 meter
Berapa jarak antara 70 10’30” sampai 8015’40” 
70    x 111.322            m = 111.322         m
5’    x     1.885,37       m =     9 426 85     m
10” x           30,9227  m =         309,227  m      +
                                       =  121,058,007  m
                                       =  121,058, k m
Diasumsikan bahwa bola Bumi 360° dengan kelilingnya di ekuator 40.000 km. maka untuk 1° busur jaraknya adalah:  40.000: 360 x 1 km = 111,1 km.
Sehingga untuk 1 menit waktu sama dengan 111,11 km: 4 = 27,77 km. Sehingga jika kita menggunakan ihtiyath 1 menit maka jangkauannya dari pusat kota (tempat yang dijadikan sebagai acuan koordinat geografis kota tersebut) sampai ke tepi barat kota sejauh 27,77 km.

MAFQUD DALAM WILAYAH TAJWIZ by. H. Asep Rusyandi, SH

Mafqud ialah orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya tidak diketahui kabar beritanya, tidak diketahui domisilinya dan tidak diketahui tentang hidup dan matinya.
Permasalahan tentang mafqud ini terbagi menjadi tiga macam masalah :
Mafqud dalam Masalah Perwalian
1.    Apabila Wali Mujbir Mafqud,  jumhur fuqaha sepakat apabila belum diputus oleh Hakim dan ditetapkan tentang kematiannya, maka, PPN/Wali Hakim bertindak selaku wilayat Tajwiz bagi catin wanita yang ditinggal wali mujbir yang mafqud . Namun, sebaliknya jika sudah diputus oleh hakim dan ditetapkan bahwa wali mafqud tersebut dihukumi mati. Maka, perpindahan wilayah tajwiz bukan kepada PPN/Wali Hakim tetapi kepada wali yang lebih dekat derajat nasabnya kepada catin wanita.
2.    Apabila Wali Ghair Mujbir Mafqud, maka perwalian tidak pindah ke Wali Hakim. Tetapi  berpindah ke Wali Aqrab yang seimbang dan sederajat kepada catin wanita. Jika tidak seimbang dan sederajat perwalian pindah ke wali hakim. Karena masalah wali mafqud ini Ibnu Hajar Alhaitami mengqiyaskan kepada masalah wali Adhal.

Mafqud dalam masalah Istri yang Ditinggalkan Suami 
Masalah suami yang mafqud fuqaha berpendapat, empat tahun qomariyah untuk menetapkan kematiannya kemudian beriddah empat bulan sepuluh hari (seperti iddah ditinggal mati), ini menurut perkataan Saidina Umar bin Khattab yang diriwayatkan Imam Maliki.
Imam Mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Malik r.a. berpandangan tidak adanya ketentuan batas waktu ; akan tetapi hal itu diserahkan kepada ijtihad hakim di setiap masa .
Mafqud dalam masalahPembagian Hak Waris 
Dalam fiqih mawaris mensistemasikan pembahasan mafqud ini dalam bagian “Miratsut Taqdiry”, yaitu pusaka mempusakai dengan jalan perkiraan. Adapun cara penyelesaian ditempuh dengan cara ;
1.    Dikerjakan dahulu berapa bagian mereka masing-masing sekiranya si mafqud dianggap masih hidup.
2.    Dikerjakan lagi berapa bagian mereka masing-masing sekiranya si mafqud dianggap sudah mati, dan kemudian.
3.    Dari dua perkiraan tersebut, maka para ahli waris diberikan bagian terkecil dari dua perkiraan. Sisanya ditahan untuk si mafqud, sampai persoalaanya menjadi jelas, baik dengan adanya vonis kematiannya, maupun karena kadaluwarsa waktu tunggu.


Contoh ;
Mayit meninggalkan harta waris sebesar 24 ha. Kebun dan sawah meninggalkan ahli waris Istri, 2 anak laki yang satu ada dan yang satu lagi mafqud.
A. Jika si mafqud diperkirakan masih hidup 
Dari Asal Masalah  8
Istri                          = 1/8 ; 1/8 x 8  = 1   ; 1/8 x 24.h.a = 3 ha.

Anak laki-laki hadir


Anak laki-laki mafqud   
Jumlah Asal Masalah                      =  8.                       = 24 ha.
B. Jika si mafqud diperkirakan dan divonis mati menurut hakim   
Dari Asal Masalah  8
Istri                          = 1/8 ; 1/8 x 8  = 1   ; 1/8 x 24.h.a = 3 ha.
Anak laki-laki hadir


Anak laki-laki mafqud   

Jumlah Asal Masalah                      =  8.                       = 24 ha.

Hukum Keterlambatan qabul catin suami Oleh : Drs. H. Abdul Thoyib (Sekr Pokjahulu Kemenag Kota Cimahi)

Pertanyaan
•    Bagaimana hukum keterlambatan dalam pengucapan qabul pengantin suami ketika sedang berlangsungnya akad nikah (ijab qabul) ?
Jawab

•    Ibnu Rusydi, Kitab Bidayatul Mujtahid Kitab Nikah juz 2/5  :

وأما تراخي القبول من أحد الطرفين عن العقد، فأجاز مالك من ذلك التراخي اليسير، ومنعه قوم، وأجازه قوم وذلك مثل أن يُنْكِحَ الوليُّ امرأة بغير إذنها، فيبلغها النكاح فتجيزه، وممن منعه مطلقاً الشافعي، وممن أجازه مطلقاً أبو حنيفة وأصحابه، والتفرقة بين الأمر الطويل والقصير لمالكوسبب الخلاف: هل من شرط الانعقاد وجود القَبول من المتعاقدين في وقت واحد معاً، أم ليس ذلك من شرطه؟ 
Mengenai keterlambatan menyatakan penerimaan dari salah satu pihak yang melakukan akad nikah, maka Imam Malik membolehkannya apabila keterlambatan itu hanya sebentar saja. Segolongan fuqoha melarangnya dan segolongan lainnya membolehkannya. Keterlambatan seperti itu dapat terjadi, misalnya apabila seorang wali mengawinkan seorang perempuan tanpa terlebih dahulu dimintai persetujuannya, kemudian setelah hal itu disampaikan kepadanya, maka ia membolehkannya. Diantara fuqoha yang melarang keterlambatan secara mutlak adalah Imam Syafi’I sedang diantara fuqaha yang  membolehkan keterlambatan secara mutlak ialah Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya. Sedang pendapat yang memisahkan antara kelambatan yang lama dengan kelambatan sebentar dikemukakan oleh Imam Malik. Silang pendapat ini disebabkan apakah pernyataan qabul dari dua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan terjadi pada satu waktu bersama-sama ataukah tidak disyaratkan ? 
 Masalah diatas perlu kejelian para petugas dalam menghadapi masyarakat yang majemuk sehingga tidak terjadi perdebatan yang merugikan atau “khuruj minal khilaf mustahabun” artinya, keluar dari perbedaan adalah dianjurkan.  Petugas tidak dianjurkan untuk memegang satu pendapat dalam masalah ini tentang kesegeraan pengucapan qabul dengan kelambatan dalam pengucapan qabul,  bisa dilaksanakan keduanya jika terjadi dalam hal ;
1.    Pihak ijab dan qabul berada dalam satu majlis
2.    Pihak qabul selalu keliru dalam pengucapan qabul, maka, diperbolehkan adanya kelambatan sebentar dalam pengucapan qabul.
3.    Antara  ijab dan qabul tidak diselingi oleh kalam ajnabi
4.    Kesegeraan pengucapan pihak qabul menjadi wajib jika tidak dalam keadaan udzur syar’I, apabila ada maka, kelambatan diperbolehkan.
Dasar pengambilan
1.    Bidayatul mujtahid juz 2/5
2.    Al Hawi al Kabir fi Fiqhi Imam Syafi’I juz 11/220
3.    Al Majmu ala syarhil muhadzab juz 18/24
4.    Fihus Sunnah, Kitab Nikah