Menu Penghulu

Selamat Datang di Kelompok Kerja Penghulu Kementerian Agama Kota Cimahi

Pengurus Pokjahulu Kemenag Kota Cimahi
Sk. Kd.10.24/2/PW.00.01/156/2012
Pembina : Kepala Kemenag Kota Cimahi., Kasie Urais & Peny. Haji., Kepala KUA se Kota Cimahi., Ketua : Budi Ali Hidayat,SHI., Sekr : Drs. H. Abdul Thayyib., Bend : H. Asep Rusyandi, SH., 1) Divisi Kepenghuluan : Heri Setiawan, S.HI., Agus Ganjar., S.Ag., 2) Divisi Ibsos dan Kemitraan Umat Islam/Hisab Rukyat., Drs. Encang Danial 3) Divisi Produk Pangan Halal : Drs. Agus Budiman., 4) Divisi Keluarga Sakinah : Agus Munawarki, S.AgDedi Lesmana, S.HI

Kegiatan Kepenghuluan
1. Fiqih Kepenghuluan/Bahtsul Masail. 2. Fiqih Mawaris 3. Perwakafan. 4. Ibsos 5. Hisab Rukyat 6. Adm. Kepenghuluan
7. Keluarga Sakinah 8. Percepatan Layanan Prima

Profil Pokjahulu Kemenag Kota Cimahi

Foto saya
CIMAHI, JAWA BARAT, Indonesia
Kelompok Kerja Penghulu (Pokjahulu) Kota Cimahi memiliki peran strategis dalam perencanaan kegiatan Penghulu, Pengawasan, Pelayanan, Pencatatan Nikah/Rujuk, Penasihatan/Konsultasi, Keluarga Sakinah, Bahtsul Masail Ahwal Syakhshiyah dan Ibadah Sosial KeIslaman . Profil ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kinerja penghulu dalam pelayanan N/R dan keagamaan kepada masyarakat, baik secara internal maupun eksternal. Secara Internal, profil ini dimaksudkan untuk dijadikan Self Control dan tolak ukur dari kemampuan kinerja dan peranan yang selama ini dilakukan. Dan secara Eksternal, profil ini diharapkan dapat menciptakan suasana yang kondusif dan ikut mendukung dalam mensukseskan program-program yang dicanangkan di Lingkungan Kementerian Agama Kota Cimahi

Kamis, 19 April 2012

Hijab & Mahjub (Budi Ali HIdayat/penghulu muda)

Hijab menurut bahasa bermakna المنع      Man’u artinya menghalangi atau mencegah. Sedangkan menurut istilah ialah :
اَلَمنْـعُ مِنَ الِأرْثِ بِالكُلِّــيَةِ اَوْ مِنْ بَعْضِــهِ لأَ هْلِ الــوَارِثِ الأَخَرِ
Artinya
 “Terhalangnya seseorang dalam menerima harta waris baik keseluruhan atau sebagian hak penerimaannya karena adanya ahli waris orang lain”.
Adapun yang dimaksud dengan mahrum yaitu terhalangnya seseorang dalam menerima harta waris karena terjadinya penghalang-penghalang dalam menerima hak waris atau mewarisi. Seperti, berbeda agama (kafir atau murtad), perbudakan dan pembunuhan.
1.    Hijab Nuqshan
Berkurangnya kadar bagian harta warisan dari salah seorang ahli waris karena adanya urutan derajat yang tinggi daripada ahli waris orang lain. 
Berkata Syekh Umar Bakri (Hasyiyah Rahbiyah : 25), bahwa Hijab Nuqshan terbagi kepada 7 bagian yaitu ;
1.  الأنــتقال من فـرض الى فرض اقل مــنه
(Peralihan dari kadar bagian kepada kadar bagian yang lebih sedikit)
a)    Suami (duda) mendapat seperdua (1/2) menjadi seperempat (1/4) jika ada far’u mayit yaitu ; anak atau cucu .
b)    Istri  (janda) mendapat seperempat (1/4) menjadi seperdelapan (1/8) jika ada far’u mayit yaitu ; anak atau cucu.
c)    Ibu mendapat sepertiga (1/3) menjadi seperenam  (1/6) jika ada far’u mayit yaitu ; anak atau cucu.
d)    Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat ½ menjadi seperenam 1/6 jika ada anak perempuan.
2.  الأنتــقال من فرض الى تعصــيب
(Peralihan dari kadar bagian kepada kadar bagian ashabah)
Lihat dalam bab VI tentang Ashabah 
3.  . الأنتــقال من تعصــيب الى فــرض
(Peralihan dari kadar bagian ashabah  kepada kadar bagian )
a)    Ayah mendapat ashabah menjadi sepenam (1/6) jika ada far’u mayit yaitu ; anak atau cucu.
b)    Kakek mendapat ashabah menjadi seperenam (1/6) jika ada far’u mayit, dan suami atau istri.
4. الأنتــقال من تعصــيب الى مثـــله 
(Peralihan dari  bagian ashabah  kepada kadar ashabah lagi )
Lihat dalam bab VI tentang ashabah bi ghairih dan ashabah ma’a ghairih
5.  المزاحمة فى الفرض فى حق الزوجة والجدة وذوات الثلثين ونحوهن.
(kelebihan  kadar bagian seperti pada hak Istri, Nenek dan Ahli Waris yang mendapat 2/3, dan sejenisnya )
6.  المزاحمة فى التعصيب فى حق كل عاصب بنفسه وعصبةبغيره وعصبة مع غيره
(kelebihan kadar bagian ashabah seperti pada hak ashabah bi nafsih, ashabah bi ghairih  dan ashabah ma’a ghairih selain ayah. )
7.  المزاحــمة  بالعول كماصار فى المــنبرية
(kelebihan kadar bagian pada aul seperti dalam masalah Mimbariyah..

2.    Hijab Hirman
Terhalangnya bagian harta warisan dari salah seorang ahli waris karena adanya urutan derajat yang tinggi daripada ahli waris orang lain.  Hijab hirman ini  terjadi apabila bertemu dengan tiga orang.
Tiga orang laki-laki yang terdiri dari ;
1.    Anak laki-laki
2.    Suami
3.    Ayah
Tiga orang laki-laki yang terdiri dari ;
1.    anak perempuan
2.    Istri
3.    Ibu
Golongan-golongan diatas adalah yang tidak bisa terhijab atau gugur dalam hak ahli waris, yaitu :
1.    Ikatan Pernikahan antara suami istri yang sah menurut syariat.
2.    Istri yang di talak raj’i oleh suami dan masih ada masa iddah (tunggu).
3.    Anak laki-laki maupun perempuan dari si mayit.
4.    Ayah dan ibu  


Selasa, 17 April 2012

Standar Konsep tentang Konflik dalam Keluarga (Drs. Encang Danial/Divisi Keluarga Sakinah)

Konflik dalam segi bahasa artinya pertentangan, perselisihan dan percekcokan (Anonimous, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 1992:184). Di dalam Fiqih Munakahat diistilahkan dengan ”Syiqoq”. yang menurut istilah adalah perselisihan antara suami istri, yang penyelesaiannya diserahkan kepada keluarga dua belah pihak atau dengan kata lain hakam (Mashud, 1999 :86).
Banyak suami istri benar-benar sungguh dalam keinginan mereka untuk membina dan mempertahankan suasana rukun dan damai serta serasi diantara mereka. Dan banyak dari mereka melakukan usaha kearah terwujudnya situasi yang diidam-idamkan itu, walaupun usaha terseut biasanya dilakukan tanpa rencana, tanpa ilmu dan tanpa pengalaman (Bimbaga Islam Depag RI, Pedoman Penghulu, 2005 : 2).
Walaupun keinginan dan usaha itu serius, namun dalam kenyataanya kerukunan itu kadang-kadang tidak berhasil diciptakan dan kalu sudah ada, sering-sering mengalami gangguan. Demikrianlah kerukunan dan keserasian antara suami dan istri itu ada kalanya terncam oleh gangguan-gangguan. Ini ditimbulkan oleh perbedaa-perbedaan yang nyata antara suami dan istri, perbedaan-perbedaan mana sekarang muncul atau menampakan diri. Atau berupa perselisihan paham mengenai perbagai masalah didalam kehidupan mereka berdua. dengan demikian terjadilah ketegangan yang akhirnya menjadi persengketaan atau konflik (marital Conflict) = Konflik antara suami dan istri). Sering pula konflik ini berbentuk pertengkaran (Marital quarrels) (Bimbaga Islam & Urusan Haji, 2002:92-93).
Mengapa antara suami dan istri terjadi perselisihan dan persengketaan padahal mereka ingin hidup bersama secara rukun damai dan saling mencintai terutama dalam keluarga yang poligami ? bahwa konflik itu terjadi oleh karena suami dan istri hidup bersama dan bergaul secara dekat dan erat sekali sekurang-kurangnya dua belas samap lima belas jam dalam sehari terkecuali kalau salah seorang dari mereka atau biasanya suami seperti keluar kota untuk keperluan dinas atau bisnis atau apa saja. Bilamana dua atau beberapa orang manusia bergaul secara erat, umpanya sebagai karyawan di kantor, dalam perkumpulan, apalagi dalam asrama, maka ketegangan dan perselisihan itu pasti terjadi, soalnya manusia itu semuanya berbeda satu dengan yang lain. Antara lain berbeda keinginan-keinginannya, perasaan-perasaannya, pendapatnya, semangatnya, kepentingannya, dan sebagainya. Padahal mereka harus berada di tempat yang sama, harus bergaul, malahan harus bekerja sama. Berarti diantara mereka itu ada kontak dan interaksi yang yang sedikit intensif. Maka pergeseran, ketegangan, perselisihan bahkan persengketaan mudah sekali terjadi.
Untuk dapat menghadapi situasi ini, untuk mengurangi dan sebanyak mungkin mengatasi kesulitan tersebut, maka manusia oleh penciptanya diberi suatu ”kemampuan:, yaitu kepandaian untuk ”membuat penyesuaian” dengan lingkungannya, dalam hal ini lingkungan sosial (The ability to make adjusments). Tetapi banyak orang tidak cukup memiliki kemampuan untuk membuat penyesuaian-penyesuaian ini, malahan pada sejumlah orang, kemampuan ini ternyata terlalu sedikit, sebagai akibat dari kesalahan-kesalahan mereka sendiri.
Orang-orang seperti ini harus menyadari atau dibikin sadar akan kelemahannya ini dan, sebaiknya, harus dibantu dalam hal membuat ”adjusments”. Dalam perusahaan, hal ini adalah tugas dari para manager dan ”employee counselors” dan mengenai perkawinan soal ini adalah tugas para ”Marriage Counselllor” (Korps Penasehat Perkawinan) (Masyhud, 1999: 5). Jadi perselisihan, ketegangan dan konflik itu adalah soal biasa dalam kehidupan manusia yang bergaul dengan manusia lain. Kondisi dalam perkawinan tidak berbeda. Dalam perkawinan, konflik ini malah lebih besar lagi terutama masalah poligami, karena pergaulan antara suami dan istri itu sangat erat terjadi terus menerus dari sore sampai malam hingga pagi hari lagi, terlebih-lebih jika dalam waktu gilir bagi yang poligami hal ini suami dan istri pertama, kedua hingga keempat terlibat mengenai kepentingan, perasaan, kesenangan, kepercayaan dan sebagainya dari mereka. Ditambah lagi hubungan mereka meliputi seks dengan segala tuntutan dan liku-likunya.
Jadi konflik itu sumbernya adalah perbedaan-perbedaan yang selalu terdapat diantara suami dan istri. Konflik akan lebih sering dan lebih banyak terjadi, dan akan lebih gawat tingkatnya, bilamana perbedaan-perbedaan itu terlalu banyak dan terlalu tajam. Jadi suatu perkawinan yang tentram artiya kerukunan cukup terjamin carilah istri atau suami yang perbedaan-perbedaannya mengenai semangat, minat, cita-cita latar belakang sosial, pendidikan, kepercayaan, beragama, cara hidup dan sebagainya.
Membahas konflik tidak cukup mengenal gejala-gejala luar dari konflik itu, tetapi juga isi atau kekuatan-kekuatan didalam konflik itu. Dilihat dari luar, konflik antara suami dan istri itu :
1.    Tertutup atau disembunyikan, artinya tidak meletus menjadi terbuka,
2.    Terbuka,
3.    Gawat (acute),
4.    Kronis tidak gawat tapi berkepanjangan, tidak habis-habisnya,
5.    Progresiff artinya bertambah lama bertambah memburuk, dan akhirnya
6.    Sepeasang suami istri mungkin juga selalu berselisih mengenai apa saja, konflik itu menjadi kebiasaanya. Tidak mengherankan kalau suami istri yang selalu terlibat dalam konflik semacam ini lama kelamaan akan menderita penyakit mental.
Menurut Zakiah Darajat (1995:7). Suami dan istri dapat berbeda kecenderungannya, berlainan pahamnya dan berlainan pahamnya dan berlawanan keinginannya mengenai macam-macam soal. Tegasnya daerah-daerah atau bidang-bidang yang rawan itu bermacam-macam dan banyak jumlahnya. Maka konflik itu dapat terjadi mengenai hal atau di bidang :
1.    Cara hidup : hidup mewah atau secara konfortable menurut zaman, atau secara sederhana
2.    Pergaulan sosial : suka sering keluar rumah, bergaul dengan orang lain, kawan-kawan banyak mengunjungi resepsi, menjadi anggota dari beberapa perkumpulan sosial, suka menerima banyak tamu dirumah. Atau lebih suka asyik dengan keluarga sendiri dirumah.
3.    Sering berekreasi, menonton film, piknik, dan sebagainya atau lebih suka mendegarkan ceramah dan membaca buku.
4.    Mengenai pergaulan penghasilan keluarga (uang) atau kebijaksanaan menyusun pelaksanaan anggaran rumah tangga.
5.    Mengenai pergaulan dengan teman-teman tertentu, disenangi oleh suami umpanya sedang istri tidak suka dengan orang tersebut.
6.    Dibidang agama atau ketekunan beribadat.
7.    Hubungan dengan mertua dan ipar.
8.    Mengenai hobi
9.    Soal menyatakan kasih sayang
10.    Cara melakukan hubungan seks atau hubungan seks itu yang hanya dinikmati oleh satu pihak saja.
11.    Pendidikan anak.
12.    Pengertian mengenai kegiatan wanita (istri) : soal istri bekerja
13.    Barangkali juga soal bisnis, politik dan sebagainya.
Penyebab konflik (2002 : 104-105). Pertama sebab-sebab yang pada suatu ketika menimbulkan konflik. Dan yang kedua adalah sebab-sebab yang lebih mendalam, yang boleh juga disebut sebab pokok atau sumber dari pada konflik. sebab-sebab yang termasuk dalam katagori pertama yaitu hal-hal yang pada suatu ketika dapat membawa penggerakkan persengketaan, umpamanya seseorang berpendapat/menuduh bahwa fatnernya :
a)    Berbuat sewenang-wenang
b)    Melakukan kekejaman kepada orang lain
c)    Menyeleweng dengan orang lain
d)    Membohongi, menipu orang lain
e)    Memboroskan uang yang seharusnya untuk kepentingan keluarga
f)    Suka bergaul dengan teman-teman yang tidak baik
g)    Tidak berdisiplin didalam rumah tangga
h)    Pencemburu yang keterlaluan
i)    Tidak mau mengurus rumah tangga sebagaimana mestinya
j)    Peminum/mabuk
k)    Tidak jujur pada umumnya, juga ditempat kerja, dalam bisnis, dan sebagainya
l)    Cerewet daun sebagainya.
Disamping itu pertentangan juga sering ditimbulkan karena :
a)    Campur tangan yang berlebihan dari mertua atau ipar
b)    Kedua suami istri memang banyak perbedaan yang sulit dipertemukan.
c)    Karena ada anak-anak dari perkawinan laain (sebelumnya)
d)    Penghasilan tidak cukup dan harg kebutuhan hidup serba mahal
e)    Kebiasaan-kebiasaan dari seorang yang menjengkelkan orang lain
f)    Tidak mendapat kepuasan dalam hubungan seks, atau salah seorang suka menolak untuk bersenggama atau salah seorang ingin mempraktekkan teknik-teknik lovemaking yang sophisticated:, sedang yang lain menolak atau malahan menganggap cara-cara demikian ”pervet”, tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
g)    Salah seorang lekas marah atau mudah tersinggung.
h)    Salah seorang menderita kekurangan mental psikis.
Sebab-sebab yang lebih dalam atau sumber daripada konflik adalah:
1.    Ketidak-mampuan atau kekurang-mampuan dari salah seorang atau kedua suami-istri untuk membuat penyesuaian, hal mana berupa keharusan yang mutlak untuk lancar dan rukunnya hubungan suami istri.
2.    Pada umumnya sebelum kawin tidak pernah disiapkan tentang ilmu Hak dan Kewajiban suami atau istri.
3.    Malas menanyakan kepada Konselor BP4.

lintasan sejarah almanak hijriyah (Budi Ali Hidayat/Ketua Pokjahulu Kota Cimahi)

A.    Al Manak Arab Pra Hijriyah
Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (qamariyah) maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia). Di kalangan bangsa Arab sendiripun ada berbagai-bagai kalendar yang digunakan seperti Kalendar Tahun Gajah, Kalendar Persia, Kalendar Romawi dan kalendar-kalendar lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar Jahiliah.
Ketika Nabi Muhammad saw., diangkat menjadi Rasul Allah, walaupun belum ada penanggalan almanac secara tertulis namun, penyebutan bulan-bulan pada hijriyah dan jumlah bulan sudah ada pada jamannya sesuai dengan wahyu yang beliau terima juga sabda-sabdanya dalam hadits.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ‏‎ ‎اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي‎ ‎كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ‏‎ ‎السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا‎ ‎أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ‏‎ ‎الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا‎ ‎فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Artinya
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36).
Dua belas bulan yang diterangkan dalam ayat ini adalah bulan-bulan yang sudah diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin. Yaitu Muharam, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqadah dan Dzulhijjah.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ‏‎ ‎كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ‏‎ ‎السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ،‏‎ ‎السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ،‏‎ ‎مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ،‏‎ ‎ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو‎ ‎الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ‏‎ ‎وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ‏‎ ‎الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى‎ ‎وَشَعْبَانَ
Artinya
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”    Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Salah satu bukti terhadap hal ini adalah adanya perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya untuk melihat hilal dalam menentukan bulan Ramadhan dan Syawwal. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Artinya
“Apabila kalian melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah. Namun bila mendung menghalangi kalian, perkirakanlah.”  (Muttafaqun ‘alaih)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ‏‎ ‎رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ‏‎ ‎الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ‏‎ ‎الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ‏‎ ‎صَلاَةُ اللَّيْلِ

Artinya
”Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” 
 Rasulullah saw., bersabda :
فَقَالَ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ثُمَّ عَقَدَ إِبْهَامَهُ فِي الثَّالِثَةِ فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Artinya
”Bulan itu begini dan begitu, kemudian beliau menekuk salah satu jempolnya yang ketiga, maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah. Namun bila mendung menghalangi kalian, maka, perkirakan dengan 30 hari ”(HR. Muslim).
Maksud hadits diatas sebulan itu ada yang 29 hari dan beliau juga pernah menunjukkan jari 10 tiga kali berarti ada 30 hari.

B.    Lintasan Sejarah Al Manak Hijriyah
Ketika sahabat Rasulullah saw.,  yakni, Abu Bakar Sidik wafat, Ibu Kota Negara Madinah sebagai pusat kendali kepemimpinan dilimpahkan kepada Amirul Mukminin Umar Bin Khathab.  Seiring beliau menjabat sebagai Kepala Negara hingga tahun ke lima beliau menerima surat dari seorang Gubernur di Negeri Kuffah yakni Musa Al As’ari Gubernur Kuffah, adapun isi suratnya adalah sebagai berikut :Artinya: Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya.
Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H),  Khalifah Umar bin Khathab mengumpulkan para tokoh, ahli perbintangan dan para shahabat yang ada di Madinah.  Didalam  musyawarah itu membicarakan rencana  pembuatan Almanak Islam. Muncul berbagai pendapat dikalangan sahabat yang bermusyawarah, yaitu :
•    Pendapat pertama berpandangan bahwa bahwa pembuatan tarikh/almanak Islam dimulai dari tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW.
•    Pendapat kedua berpandangan bahwa pembuatan almanac dimulai pengangkatan Nabi Muhammad menjadi Rasul.
•    Pendapat ketiga ketika Isro Mi’raj Rasulullah saw .
•    Pendapat keempat ketika wafatnya Nabi Muhammad SAW.
•    Pendapat kelima berpandangan sebaiknya pembuatan diawali semenjak hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, ini merupakan pendapat Saidina Ali.,
Namun silang pendapat ini tidak berjalan lama, setelah sebagian besar dari kalangan sahabat seperti Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu ‘anhum ajma’in sepakat, bahwa tahun baru Islam dimulai dari bulan Muharram kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriyah. Setelah ditentukannya awal perhitungan tahun Islam, terjadi silang pendapat untuk menentukan bulan apa yang dipakai sebagai sebagai permulaan tahun baru. Ada yang berpendapat Rabi’ul Awwal, karena di waktu itu dimulai perintah hijrah dari Makkah ke Madinah. Pendapat lain mengatakan bulan Ramadhan, karena di bulan itu diturunkannya Al-Qur’an.
Kenapa bulan muharam merupakan awal bulan pada tahun hijriyah ? Pada bulan Muharam itu banyak hal-hal atau aktifitas yang diharamkan. Di antaranya tidak boleh mengadakan peperangan, kecuali dalam keadaan diserang maka diperbolehkan melawannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
Artinya
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah), dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. Dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 191)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Artinya
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu maka seranglah ia seimbang dengan seranganya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 194)  Dari sinilah dikatakannya Muharram sebagai bulan haram .
Jika kita lihat dari beberapa kalender yang menyebar di zaman kita, di sana tertulis pengganti Muharram  ini dengan istilah Syura. Kata ini pun sering kita dengar di masyarakat awam. Wallahu a’lam, mungkin persepsi ini muncul dari suatu hadits Rasulullah yang menerangkan keutamaan puasa di hari Asyura. Para ulama bersilang pendapat, apakah kata Asyura merupakan bahasa Arab atau bukan. Pendapat yang benar adalah kata ini didengar dari bangsa Arab sehingga ia dikategorikan sebagai bahasa Arab. Kata Asyura menurut sebagian berasal dari kata Asyir yang artinya kesepuluh (hari kesepuluh di bulan Muharram).
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa di hari Asyura (kesepuluh) dan beliau memerintahkan untuk berpuasa padanya.” 
C.    Al Manak Hijriyah
    Almanak Hijriyah dalam bahasa Arab: التقويم الهجري; at-taqwim al-hijr),  adalah 1).  Penanggalan ; Kalender; 2). buku berisi penanggalan dan karangan-karangan yang perlu diketahui umum, biasanya terbit sekali setahun -- dinding penanggalan yang biasanya digantungkan atau ditempelkan di dinding; -- pelayaran almanak untuk pelayaran, berisi catatan tentang kejadian astronomi seperti posisi matahari, bulan, planet, dan bintang setiap saat, siang dan malam sepanjang tahun. 1). Penanggalan yaitu Daftar Hari, Minggu, Bulan, Hari-Hari Raya dalam setahun yg disertai dengan data keastronomian, ramalan cuaca.
Adapun yang dimaksud Almanak Hijriyah atau Taqwim Hijriyah/Qomariyah, adalah peristiwa penanggalan tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan daftar hari, bulan, hari Raya, waktu shalat, arah qiblat, gerhana, Hilal juga waktu dalam setahun yg disertai dengan data keastronomian. Sedangkan almanak dalam arti buku berisi penanggalan dan karangan yg perlu diketahui umum, biasanya terbit tiap tahun -- dinding penanggalan yg biasanya digantungkan atau ditempelkan di dinding; -- meja penanggalan yg biasanya ditaruh di atas meja; -- pelayaran almanak untuk pelayaran yg berisi catatan tt kejadian astronomi, spt posisi matahari, bulan, planet, dan bintang setiap saat, siang dan malam sepanjang tahun. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran matahari.

Terdapat perbedaan pendapat  pakar astronomi Islam dalam  memberikan pengertian bahwa, tanggal 1 hijriyah pada bulan Muharam adalah jatuh pada hari kamis tanggal 15 Juli 622 M (kalender sistem Julian) atau tanggal 19 Juli tahun 622 (Kalender Sistem Gregorian),.  Hal ini didasarkan  atas hisab, sebab  hilal pada hari Rabu 14 Juli 622 M sudah diatas ufuk 5 0 57’. Adapun  menurut perhitungan rukyat adalah hari Jum’at tanggal 16 Juli 622 M. Hal ini didasarkan atas rukyat  walaupun  hari Rabu tanggal, 14 Juli 622 M., hilal sudah irtifa’ diatas ufuk 5 0 57’ namun tidak ada seorang pun yang melihat hilal. 
Dalam Almanak Qamariyah, terdapat 12 bulan. Setiap bulan mengandungi 29 atau 30 hari, tetapi lazimnya tidak dalam urutan yang tetap.. Adapun setahun ada yang dinamakan Tahun Bashithoh yakni jumlah bulan 354 hari, juga ada yang dinamakan Tahun Kabisat yakni jumlah bulan 355 hari. Dalam daur 30 tahunan ada 11 Tahun kabisat adalah setiap tahun yang ketika dibagi 30 sisanya 2, 5, 7, 10, 13, 15,18, 21, 24, 26, dan 29.  Sedangkan tahun basithah adalah setiap tahun yang ketika dibagi 30 sisanya 1, 3, 4. 6, 8, 9, 11, 12, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 25, 27, 28, 30.  Adapun untuk tahun-tahun yang kurang dari 30, maka tahun-tahun tersebut dianggap sisa.
    Pananggalan bulan dalam Hijriyah dihitung menurut ilmu hisab dan rukyat. Ilmu Hisab sebagai alat untuk membantu proses merukyat hilal diakhir bulan atau ketika Ijtima (konjungsi) nya matahari dan bulan. Penentuan awal bulan (New Moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari (istikmal).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan pengamatan hilal secara langsung (rukyatul hilal) Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal. Sebagian yang lain lagi berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.
     Sistem Hisab Urfi atau disebut juga dengan Hisab Istilahi berdasarkan siklus rata-rata sinodis bulan 29.53059 hari., dihitung rata-rata hisab urfi dari :
(11) x 255) + (19 x 355) = 10.631 hari = 29.530556 hari
             30 x 12                        360
(bandingkan dengan satu bulan sinodis rata-rata = 29.53059 hari)
    Kalender qamariyah biasanya digunakan untuk keperluan aktivitas keagamaan yang memerlukan ketepatan hari yang bisa dilihat di alam (Soal: Mengapa tidak dapat menggunakan kalender syamsiah?). Hampir semua agama menggunakan kalender qamariyah. Agama Islam, Budha, dan Hindu  murni menggunakan kalender qamariyah dalam aktivitas keagamaannya, misalnya Idul Fitri setelah bulan sabit pertama, Waisak saat bulan purnama, dan Nyepi saat bulan mati. Kristen/Katolik, Yahudi, dan Kong Hu Chu menggunakan sistem campuran, misalnya Paskah adalah hari Minggu setelah purnama pada awal musim semi, Imlek adalah setelah bulan mati pada musim hujan (Januari/Februari) .

Allah SWT berfirman :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَـاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنــَازِلَ لِتَعْلَـمُوا عَدَدَ السِّنِـينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَـاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya
”Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui”(QS. Yunus: 5).
Taqwim Hijriyah terdiri dari 7 hari. Semua hari berawal dari terbenamnya matahari berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:  al-Ahad (Minggu), al-Itsnayn (Senin), ats-Tsalaatsa' (Selasa), al-Arba'aa / ar-Raabi' (Rabu), al-Khamsatun (Kamis), al-Jumu'ah (Jumat) dan as-Sabat (Sabtu).

Sabtu, 14 April 2012

Tahkim VS Muhakkam by. Heri Setiawan, SHI (Divisi Kepenghuluan )

Tahkim wali adalah pihak kedua catin memberikan kuasa penuh kepada pria  lain untuk menjadi pelaku wali nikah, sedangkan Wali Muhakkam adalah orang yang diperlakukan selaku hakim yang adil serta diangkat oleh catin suami dan istri., dan diserahi urusannya untuk menikahkan mereka berdua. Di jaman sekarang  tentang masalah ini, sebagian ada yang berani menjalankan sebagai pelaku Wali Muhakkam kepada catin wanita yang putus wali atau adlal atau walinya ada namun tidak diberitahu, malahan ada juga oknum pelaku sebagai Wali Nikah yang dikontrak dengan bayaran uang oleh kedua catin untuk mengelabui petugas dengan alasan  sebagai pelayanan prima, untuk menutup aib pihak keluarga yang berhajat, biaya murah, atau karena ketidaktahuan mereka. 
Disini ditegaskan bahwa sebab-sebab para fuqaha membolehkan adanya perwalian dengan jalan tahkim/Wali Muhakkam kepada kedua catin yaitu :
1.    Keadaan kedua catin berada dalam situasi rombongan, takut melakukan perzinaan yang tidak direncanakan sebelumnya,  sedang keadaan mereka dalam perjalanan diluar jangkauan daerah tempat tinggal catin wanita,  sedangkan dalam rombongan itu tidak ada wali nasab, atau walinya sulit untuk dihubungi.
2.    PPN/Wali Hakim/Penghulu,  tidak ada sama sekali baik real maupun formil,
Kedua syarat diatas merupakan batas ketentuan yang harus diterapkan dalam pelaksanaan pernikahan, apabila dipaksakan dengan cara tahkim maka, tidak sah akadnya, sebagian fuqaha mengatakan  syubhat. 
Para fuqaha menerapkan syarat-syarat sebagai wali muhakkam apabila ;
1.    Pejabat qadli tidak ada baik secara real maupun formil maka wali muhakkam tidak disyaratkan seorang ulama mujtahid.
2.    Pejabat qadli ada namun qadli tidak mau menikahkan atau bukan ahli, maka seorang wali muhakkam disyaratkan seorang yang mempunyai kriteria ulama mujtahid .

STATUS PERNIKAHAN PASUTRI YANG MASIH MUALLAF by. Budi Ali Hidayat

Secara syariat Pasustri yang masih mualaf (baru masuk Islam) tidak perlu adanya pengulangan pernikahan inilah pendapat yang shahih, namun, penghulu mempunyai kewenangan untuk menikahkan kembali kepada pasangan pasutri yang muallaf secara syariat Islam untuk ihtiyath (kehati-hatian), begitu juga dalam hal perwalian muallaf, disini diperlukan kejelian seorang penghulu. Karena banyak kemungkinan pasustri yang mualaf dalam pernikahannya mempunyai hubungan nasab, radla, perbesanan, muhrim, tidak ada wali dan dua saksi atau belum diresmikan secara agama yang dulu dianut, kumpul kebo walaupun dapat legalitas dari catatan sipil dan sebagainya.
Namun, status kedudukan hukum pernikahan pasutri yang muallaf  harus perlu dibahas dalam tinjauan fiqh , hal ini terbagi menjadi tiga bagian :
1.    Tidak ada pernikahan ulang ;
•    Sah Akad Pernikahannya yakni pasutri sebelum masuk Islam mereka mengikatkan dalam perjanjian nikah yang disertai dengan wali dan saksi tidak terikat mahram, nasab, mushaharah, dan radla. Golongan pasutri ini menurut fuqaha pernikahannya sah,  tidak ada pengulangan dari segi pernikahan juga  sah dari segi perwaliannya.
•    Fasakh Akad Pernikahannya  yakni pasutri sebelum masuk Islam mereka mengikatkan dalam perjanjian nikah namun, mereka ada keterikatan mahram, nasab, mushaharah dan radla. Golongan pasutri ini menurut fuqaha pernikahannya fasakh (batal). Masalah golongan pasutri ini sebagaimana penjelasan dalam mahram nikah dalam syariat.    
2.    Ada pernikahan ulang ;
•    Pasutri sebelum masuk Islam dalam perjanjian nikah yang dulu tidak menyertakan wali nasab dan saksi dan tidak ada keterikatan nasab, muhrim, mushaharah dan radla. Golongan pasutri ini wajib untuk mengulang pernikahan secara syariat Islam.
•    Pasutri Murtad yang bertaubat, harus mengulang pernikahannya secara Syariat Islam.
•    Pasutri salah satunya masuk duluan beragama Islam. Jika  ada salah satu dari pasutri masuk Islam, seperti, suami atau istri lebih dulu masuk Islam dan belum didukhul sedangkan ada diantara salah satunya masih non muslim maka, perceraian terjadi pada seorang istri. Jika keadaannya sesudah dukhul maka, menunggu habis masa iddah ., apabila, masuk Islam sebelum habis masa iddah, maka, pernikahan lestari, sebaliknya jika masih non muslim hingga habis masa iddah maka, dihukumi cerai .     

Rabu, 11 April 2012

Hisab Bujur/Lintang Suatu Daerah Kajian Ilmu Falak (Budi Ahid Al Falaky)

Untuk menghitung suatu lintang dan bujur pada suatu tempat, kita harus mengikuti  langkah-langkah sebagai berikut :
1)  Menghitung Bujur suatu tempat
Alat-alat yang digunakan :
1.    Tongkat istiwa (misalnya ukuran 100 cm)
2.    Kapur tulis/spidol warna
Data-data yang diperlukan :
1.    Buku jadwal Efhemeris Hisab & Rukyat yang dikeluarkan oleh Kemenag RI
2.    Cocokan Jam yang akan dipakai dengan waktu
3.    Kalkulator jika diperlukan
Langkah-langkah ;
Contoh ; kita akan menghitung bujur Kota Cimahi
Langkah Pertama
1.    Buatlah garis lingkaran tepat seukuran tongkat istiwa’
2.    Perhatikan bayang-bayang ketika disaat posisi matahari zawal tepat diatas tongkat istiwa.
3.    Catat waktu dengan teliti, misalnya, jam 11’ 53” 19’
4.    Ukurlah panjang bayang-bayang tersebut. Misalnya, panjang bayang-bayang tersebut  35 cm.
5.    Amatilah gerakan bayang-bayang tersebut. apakah berada di sebelah selatan ataukah utara. Misalnya bayang-bayang zawal mengarah ke selatan. ini berarti tempat pengukuran berada pada posisi selatan.
Langkah Kedua
1.    Catat hari dan tanggal pengukuran Kamis tanggal, 19 Agustus 2009
2.    Catat pada data astronomi Efhemeris 2009 dalam daftar Equation of Time; Kamis, tanggal 19 Agustus 2009.,  yaitu, (12 = -3 31 detik)
3.    12 – e = 12 - (-3’ 31”) =   12’ 3’ 31” (LMT ; Local Mean Time). Matahari akan berkulminasi pada jam 12’03” 31”
4.    Pada meridian 105 ’ BT bujur WIB. 12’03”31’ – 11’ 53”19’= 0’10”12’. Dilokasi pengukuran, matahari berkulminasi lebih awal 10 menit 12 detik dari pada di bujur WIB. Ini berarti lokasi pengukuran berada di sebelah timur bujur WIB (105’ BT) dengan perbedaan 00:10:12 x 15’ (1 jam) = 000 2’33”00’. Dengan demikian bujur tempat yang diukur adalah 105’+ 2’ 30” 00’ = 107033”00’ 
Kesimpulan perhitungan ;
Equation of time (e) (19 Agus 2009)     =    -3’ 31”. 
Merfass (M)                                        =     12 – e = 12 - (-3’ 31”) = 120 3’ 31”
                                                           =     120 3’ 31” .LMT (Local Mean Time)
Meridian 1050 BT WIB.                       =    (12003”31’ – 110 53”19’) x 15’   = 2033”00’
                                                           =    1050 +  2’33”00’ = 107’33”00’
                                                           =    107033”00’
Bujur Kec. Cimahi Utara - Kota Cimahi adalah 107033”00’ BT 
2)  Menghitung Lintang suatu tempat
Contoh Menghitung Lintang  Kec. Cimahi Utara- Kota Cimahi
Catat panjang bayang-bayang tongkat istiwa’ misalnya,  35 cm
Tangen h (tinggi matahari)     =  Panjang tongkat
                                             Panjang bayang-bayang
                                               =  100’   cm    = 2.857142857
                                                   35  cm   
                               Tan h      =  70.70995378 = 70042”35.83’
900 - 65054”55.28’ = 19’17”24.17’
Catat daftar deklinasi tanggal 19 Agustus 2009 (Buku Efhemeris hisab & Rukyat 2009)
Waktu pengukuran jam 11053”19’ WIB = 04 :53 :19 GMT
WIB jam 11/GMT jam 4          = 120 24” 55’
WIB jam 12/GMT jam 5         = 12’ 24” 05’ -
Selisih waktu         = 00’00’50’
gerakan matahari x selisih waktu     = 53”19’ x 50” = 000”44.43’
WIB jam 11/GMT jam 4          = 120 24” 55’+ 0’0”44.43’ = 12025”39.43’
12’25”39.43’ - 19’17”24.17’  = -6’51”44.74’ dibulatkan = -6’ 52”
Kesimpulan Lintang dan Bujur Kota Cimahi, yaitu ;
    -6’ 52” LS (Lintang Selatan)
    107033”00’ BT (Bujur Timur)
3)  Menghitung Lintang  Dua Daerah
Bujur Bandung λ   1070. 37’
Bujur Mekkah   λ    390 . 50’         -
                               670. 470  x   4  = 2710  080 0 
 Selisih =  2710  080 0  : 60    = 4 j  31 m  8 d

Bandung (BT) λ   1070. 37’
Jakarta (BT)   λ    1070 . 00’         -
                               000  370  x   40  =  000 1480     Selisih =  00j  2 m  28 d
Karimun Jawa  (BT) λ   1100. 25’
Jambi               (BT)   λ  1030. 38’         -
                                         060  470  x   40  =  000 270  80     Selisih =  00j  27 m  8 d

4)  Menghitung Lintang  suatu Daerah dalam Peta
Cara ini bisa kita tempuh dengan melihat garis bujur dan lintang terdekat dengan kota itu dan menghitung dengan rumus interpolasi. Misalkan kita akan menghitung lintang dan bujur dari gunung Arjuno (Jawa Timur), maka bisa kita lakukan dengan membuka peta Jawa Timur. Perhatikan gambar berikut ini:




Pengukuran Gunung Arjuno pada peta


Data yang kita peroleh dari peta :
•         Garia a pada 70 50’ LS             (A)       - Garis c pada 1120 50’ BT
•         Garis b pada 80 LS                   (B)       - Garis d pada 1130 BT
•         Jarak a – b = 33 mm                (I)        - Jarak c – d = 33 mm
      Posisi gunung Arjuno (G) terletak 20 mm(C) dari garis a dan 9 mm dari c. Dengan data tersebut data kita hitung bujur dan lintang dari gunung Arjuno dengan menggunakan rumus Interpolasi sebagai berikut :

   

 
Untuk menghitung Lintang gunung Arjuno, kita dapatkan penghitung sebagai berikut;
X = 70 50’ – ( 70 50’ – 80) x 20 / 33
X = 70 56’ 3.64’’
Sedangkan menghitung Bujur gunung Arjuno kita hitung sebagai berikut:
X = 1120 50’’ – (1120 x 1130 ) x 9/33
X = 1120 52’ 43.6”
Jadi posisi Gunung Arjuno adalah Lintang -70 56’ 3.64’’ dan Bujur 1120 52’ 43.6
5)  Menghitung Jarak dan Luas  suatu Daerah
•    10 (derajat) bujur/lintang = 111,322 km = 111.322 meter
•    10 (derajat) bujur/lintang = 60’ (menit) = 3600” (detik)
•    1’ (menit) bujur/lintang = 60” (detik)
•    1’(menit) bujur/lintang = 1.885,37 meter
•    1” (detik) bujur/lintang = 30.9227 meter
Berapa jarak antara 70 10’30” sampai 8015’40” 
70    x 111.322            m = 111.322         m
5’    x     1.885,37       m =     9 426 85     m
10” x           30,9227  m =         309,227  m      +
                                       =  121,058,007  m
                                       =  121,058, k m
Diasumsikan bahwa bola Bumi 360° dengan kelilingnya di ekuator 40.000 km. maka untuk 1° busur jaraknya adalah:  40.000: 360 x 1 km = 111,1 km.
Sehingga untuk 1 menit waktu sama dengan 111,11 km: 4 = 27,77 km. Sehingga jika kita menggunakan ihtiyath 1 menit maka jangkauannya dari pusat kota (tempat yang dijadikan sebagai acuan koordinat geografis kota tersebut) sampai ke tepi barat kota sejauh 27,77 km.

MAFQUD DALAM WILAYAH TAJWIZ by. H. Asep Rusyandi, SH

Mafqud ialah orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya tidak diketahui kabar beritanya, tidak diketahui domisilinya dan tidak diketahui tentang hidup dan matinya.
Permasalahan tentang mafqud ini terbagi menjadi tiga macam masalah :
Mafqud dalam Masalah Perwalian
1.    Apabila Wali Mujbir Mafqud,  jumhur fuqaha sepakat apabila belum diputus oleh Hakim dan ditetapkan tentang kematiannya, maka, PPN/Wali Hakim bertindak selaku wilayat Tajwiz bagi catin wanita yang ditinggal wali mujbir yang mafqud . Namun, sebaliknya jika sudah diputus oleh hakim dan ditetapkan bahwa wali mafqud tersebut dihukumi mati. Maka, perpindahan wilayah tajwiz bukan kepada PPN/Wali Hakim tetapi kepada wali yang lebih dekat derajat nasabnya kepada catin wanita.
2.    Apabila Wali Ghair Mujbir Mafqud, maka perwalian tidak pindah ke Wali Hakim. Tetapi  berpindah ke Wali Aqrab yang seimbang dan sederajat kepada catin wanita. Jika tidak seimbang dan sederajat perwalian pindah ke wali hakim. Karena masalah wali mafqud ini Ibnu Hajar Alhaitami mengqiyaskan kepada masalah wali Adhal.

Mafqud dalam masalah Istri yang Ditinggalkan Suami 
Masalah suami yang mafqud fuqaha berpendapat, empat tahun qomariyah untuk menetapkan kematiannya kemudian beriddah empat bulan sepuluh hari (seperti iddah ditinggal mati), ini menurut perkataan Saidina Umar bin Khattab yang diriwayatkan Imam Maliki.
Imam Mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Malik r.a. berpandangan tidak adanya ketentuan batas waktu ; akan tetapi hal itu diserahkan kepada ijtihad hakim di setiap masa .
Mafqud dalam masalahPembagian Hak Waris 
Dalam fiqih mawaris mensistemasikan pembahasan mafqud ini dalam bagian “Miratsut Taqdiry”, yaitu pusaka mempusakai dengan jalan perkiraan. Adapun cara penyelesaian ditempuh dengan cara ;
1.    Dikerjakan dahulu berapa bagian mereka masing-masing sekiranya si mafqud dianggap masih hidup.
2.    Dikerjakan lagi berapa bagian mereka masing-masing sekiranya si mafqud dianggap sudah mati, dan kemudian.
3.    Dari dua perkiraan tersebut, maka para ahli waris diberikan bagian terkecil dari dua perkiraan. Sisanya ditahan untuk si mafqud, sampai persoalaanya menjadi jelas, baik dengan adanya vonis kematiannya, maupun karena kadaluwarsa waktu tunggu.


Contoh ;
Mayit meninggalkan harta waris sebesar 24 ha. Kebun dan sawah meninggalkan ahli waris Istri, 2 anak laki yang satu ada dan yang satu lagi mafqud.
A. Jika si mafqud diperkirakan masih hidup 
Dari Asal Masalah  8
Istri                          = 1/8 ; 1/8 x 8  = 1   ; 1/8 x 24.h.a = 3 ha.

Anak laki-laki hadir


Anak laki-laki mafqud   
Jumlah Asal Masalah                      =  8.                       = 24 ha.
B. Jika si mafqud diperkirakan dan divonis mati menurut hakim   
Dari Asal Masalah  8
Istri                          = 1/8 ; 1/8 x 8  = 1   ; 1/8 x 24.h.a = 3 ha.
Anak laki-laki hadir


Anak laki-laki mafqud   

Jumlah Asal Masalah                      =  8.                       = 24 ha.